Asal Usul Suku Kutai
Suku atau orang Kutai
umumnya berdiam di daerah Provinsi Kalimantan Timur. Sebenarnya pada zaman dulu
orang Kutai juga tergolong ke dalam kelompok masyarakat Dayak. Diperkirakan
masih satu asal dengan orang Tunjung. Pada masa sekarang mereka dibedakan
dengan orang-orang Dayak lain karena umumnya memeluk agama Islam.
Mereka sering disebut
Halok atau Halo' untuk membedakannya dengan orang Dayak yang belum memeluk
agama Islam. Pada zaman dulu mereka sempat memiliki kesultanan yang cukup kuat
di wilayah Kalimantan bagian timur itu. Orang Kutai berasal dari keturunan ras
proto Melayu yang sampai ke Kalimantan Timur sekitar 3.000 tahun yang lalu.
Dalam perkembangannya
mereka telah banyak mengalami pengaruh-pengaruh dari peradaban luar seperti
Hindu yang dibawa oleh pendatang dari Pulau Jawa, kemudian oleh Islam yang
dibawa oleh pendatang dari suku Bugis. Masyarakat ini terdiri atas beberapa
sub-suku bangsa yang mereka sebut puak.
Contoh dari puak-puak ini antara lain adalah Pantun, Punang, Pahau, Telur Dijangkat, Meranti dan lain-lain. Jumlah
populasi suku bangsa ini diperkirakan sekitar 400.000 jiwa orang, termasuk
orang Kutai yang berdiam di wilayah lainnya di Kalimantan Timur, seperti daerah
Pasir, Berau dan Bulungan.
Orang Kutai menggunakan
bahasa Melayu, yang terbagi lagi atas beberapa dialek, yaitu Kutai Tenggarong
yang mendiami daerah-daerah Tenggarong, Kutai Lama, Muara Kaman, Muara Pahu,
Melak, Long Iram, Kutai Bangun yang berdiam di daerah-daerah Kota Bangun, Muara
Muntai, Kembang Janggut, Long Beleh, Sebulu, Penyinggahan, Kutai Muara Ancalong
yang berdiam di daerah-daerah Muara Ancalong, Kelinjau, Sebintulung, Kutai yang
berdiam di daerah Muara Pahu bagian hulu sungai. Orang Kutai hidup berdampingan
dengan suku bangsa bugis, Banjar, Jawa, Benuaq, Bahau, Long Dusun, Kenyah,
Tunjung, Punan, Bentian, Penihing, Ohong, Bukat dan Basap.
Di daerah Kutai pernah
berdiri sebuah kerajaan Hindu tertua di Indonesia . Peninggalan sejarah yang
berasal dari abad ke-4 itu dibuktikan oleh adanya tujuh prasasti yang disebut
yupa bertuliskan huruf Palawa di daerah Muara Kaman sekarang. Yupa adalah tugu
batu yang berfungsi untuk menambatkan hewan korban dalam upacara dalam agama
Hindu. Bahasa yang digunakan pada prasasti itu adalah bahasa Sansekerta. Kini
tulisan itu semakin kabur dan keadaannya sudah berbeda dengan ketika prasasti
itu ditemukan. Sejarah Kutai baru muncul lagi setelah masa Islam, ditandai
dengan berdirinya Kesultanan Kutai setelah abad ke-16. Pemerintahan Kesultanan
berakhir ditangan Aji Muhammad Parikesit (1920-1960). Sampai dengan tahun 1959
daerah Kutai masih menyandang nama "daerah istimewa". Sekarang
statusnya telah
disamakan sebagai sebuah Kabupaten. Bekas istana Sultan Kutai masih berdiri di
Tenggarong dan telah dijadikan Museum Negeri Kalimantan Timur.
Kesultanan Kutai
pernah mengembangkan suatu tradisi penobatan raja yang disebut Erau. Nama
upacara ini berasal dari kata eroh yang berarti "ramai", hal ini
berkaitan dengan keriuhan suasana pada waktu penobatan raja berlangsung.
Walaupun kesultanan itu sudah tidak ada lagi, tetapi tradisi Erau masih
dilakukan oleh keturunan bangsawan Kutai dengan mengalihkannya menjadi Festival
kebudayaan rakyat Kutai, sekaligus perayaan hari jadi Tenggarong.
Mata
Pencaharian Suku Kutai
Orang Kutai hidup dari pertanian lahan kering, yaitu perladangan di lahan
yang masih cukup luas. Di samping itu diantara mereka juga ada yang menjadi
nelayan, menangkap ikan di danau, sungai, rawa, dan tambak. Hasil pertaniannya
menghasilkan padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan sayur-mayur
lainnya. Hutannya yang luas menghasilkan macam-macam kayu kering yang berharga
dijual, seperti kayu meranti, kruing, kayu kapur, kayu bangkirai. Kini
berkembang pula industri pengolahan kayu. Orang Kutai yang berdiam di kota yang
bergerak di bidang jasa, menjadi buruh, dan pegawai.
Kekerabatan
Dalam Suku Kutai
Sistem hubungan kekerabatan masyarakat Kutai bersifat patrilineal, artinya
garis keturunan ditarik ke pihak laki-laki. Pada masa lalu mereka juga mengenal
pelapisan sosial, yang terdiri atas bangsawan, rakyat kebanyakan, dan hamba
sahaya. Sisa kaum bangsawan Kutai terlihat dari gelar yang mereka pakai,
seperti Kiamas, Mas, Aji, Raden, Pangeran Datu. Sekarang penghormatan terhadap
seseorang dalam masyarakat Kutai bukan lagi atas dasar bangsawan, akan tetapi
atas tinggi pendidikan yang diperoleh, status dalam pemerintahan dan kekayaan.
Kesenian
Dalam Suku Kutai
Dalam bidang kesenian orang kutai mengenal suatu seni sastra yang disebut
tarsulan, yaitu syair yang dibacakan dengan berlagu. Biasanya dibawakan pada
upacara perkawinan, khitanan, naik ayunan, dan khatam Al-Quran. Ada pula yang
disebut betingkilan, yaitu seni berbalas pantun antar pemuda dan gadis sambil
berlagu.
Agama
Dan Kepercayaan Suku Kutai
Pada masa sekarang orang Kutai umumnya memeluk agama Islam. Sisa-sisa agama
Hindu masih terlihat dalam berbagai upacara daur hidup, misalnya upacara naik
ayun, pemberian nama bayi, pengobatan tradisional, dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar