Rabu, 01 Juni 2016

Profil Suku Betawi




A.     Asal - Usul Suku Betawi
Kata Betawi berasal dari kata "Batavia," yaitu nama lain dari Jakarta pada masa Hindia Belanda. Kemudian penggunaan kata Betawi sebagai sebuah suku yang termuda, diawali dengan pendirian organisasi yang bernama Perkoempoelan Kaoem Betawi tahun 1923. Betawi merupakan suku asli yang menghuni Jakarta dan sekitarnya, bahasa Melayu Kreol yang digunakannya, juga kebudayaan Melayunya khas.
Suku Betawi berasal dari hasil kawin-mawin antar etnis dan bangsa pada masa lalu. Perpaduan etnis Sunda, Jawa, Bali, Bugis, Makassar, Ambon, dan Melayu serta suku-suku pendatang, seperti Arab, India, Tionghoa, dan Eropa. 
Sejarahnya: Diawali oleh orang Sunda (mayoritas), sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam Kerajaan Tarumanegara serta kemudian Pakuan Pajajaran. Selain orang Sunda, ada juga pedagang dari pesisir utara Jawa, dari berbagai pulau Indonesia Timur, dari Malaka, bahkan dari Tiongkok serta Gujarat.
Perjanjian antara Surawisesa (raja Sunda) dengan bangsa Portugis tahun 1512 yang membolehkan Portugis untuk membangun komunitas di Sunda Kalapa. Hal ini mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran Portugis. Dari komunitas campuran penduduk lokal dan bangsa portugis ini lahirlah musik keroncong.
Setelah VOC menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan niaganya, Belanda perlu banyak tenaga kerja untuk membangun roda perekonomian kota ini.  Ketika itu VOC banyak membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih berlangsung praktik perbudakan. Itulah penyebab masih tersisanya kosa kata dan tata bahasa Bali dalam bahasa Betawi kini.
Kemajuan perdagangan Batavia menarik berbagai suku bangsa dari penjuru Nusantara hingga Tiongkok, Arab dan India untuk bekerja di kota ini.  Pengaruh suku bangsa pendatang asing tampak jelas dalam busana pengantin Betawi yang banyak dipengaruhi unsur Arab dan Tiongkok. Berbagai nama tempat di Jakarta juga menyisakan petunjuk sejarah mengenai datangnya berbagai suku bangsa ke Batavia. Seperti: Kampung Melayu, Kampung Bali, Kampung Ambon, Kampung Jawa, Kampung Makassar dan Kampung Bugis. Rumah Bugis di bagian utara Jl. Mangga Dua di daerah kampung Bugis yang dimulai pada tahun 1690

 Antropolog UI, Dr. Yasmine Zaki Shahab, MA memperkirakan, etnis Betawi baru terbentuk sekitar seabad lalu, antara tahun 1815-1893. Awalnya suku betawi hanya menempati Jakarta,namun sejak kemerdekaan RI, Jakarta dibanjiri para pendatang dari berbagai daerah. Sejak itulah, Suku Betawi sebagai penduduk asli Jakarta agak tersingkirkan oleh penduduk pendatang. Mereka keluar dari Jakarta dan pindah ke wilayah2 pinggiran yang ada di provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten. 

B. Letak Geografis Masyarakat Betawi

Sumber id.wikipedia.org

Secara geografis Betawi terletak di pulau Jawa, namun secara sosiokultural lebih dekat pada budaya Melayu Islam.[1] Menurut garis besarnya wilayah Betawi dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu Betawi tengah atau Betawi kota dan Betawi pinggiran. Yang termasuk wilayah Betawi tengah merupakan kawasan yang pada zaman akhir pemerintah colonial Belanda termasuk wilayah Gemeente Batavia, kecuali beberapa tempatseperti Tanjung Priuk dan sekitarnya. Sedangkan daerah-daerah lain di luar daerah tersebut terutama daerah-daerah di wilayah DKI Jakarta merupakan wilayah Betawi pinggiran.[2]
B.     Mitologi Masyarakat Betawi
Di samping kepercayaan terhadap agama yang begitu kuat, kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat Betawi masih mempercayai segala hal yang bersikap gaib atau supranatural. Adapun beberapa hal yang masih diyakini oleh kelompok-kelompok kecil dalam masyarakat Betawi tersebut diantaranya adalah ; Kepercayaan akan dewa-dewa jahat, kepercayaan akan makhluk halus baik maupun jahat dan kekuatan-kekuatan lain yang diluar logika. Oleh sebab itu ada beberapa ritual seringkali dilakukan kelompok-kelompok kecil masyarakat Betawi ini guna menjaga hubungan antara manusia dengan makhluk –makhluk gaib diantaranya adalah dengan menggelar berbagai upacara atau persembahan.
Kepercayaan akan kekuatan gaib juga bisa ditemui oleh masyarakat Betawi yang menempati beberapa wilayah seperti di Kampung Baru Kelapa Dua Wetan, Pondok Ranggon, Pasar Rebo, yang mempercayai bahwa setiap bayi yang dilahirkan selalu didampingi dengan empat saudara kandungnya yang tidak bisa dilihat dengan mata. Empat saudara kandung masing-masing dinamai ; Mbok Tutuban, Nyai Gumelar, Urihi dan tali ari-ari sebagai saudara yang keempat yang disebut Gebleghi. Tali ari-ari ini kemudian dikubur dan rohnya menjadi penjaga dan pelindung saudaranya yang hidup.
Demi menghormati keempat saudara ini maka dalam berbagai kesempatan, kelompok-kelompok tertentu dalam komunitas Betawi kerap member sesajen untuk menghormati keempat saudaranya. Sesajen tersebut dinamakan ancak dan dipasang di empat penjuru pekarangan rumah ketika sedang menggelar hajatan seperti pesta perkawinan dan khitanan.
Dalam upacara tradisional juga sering dibacakan mantra-mantra yang dikenal sebagai ‘ Empat Papat Kelima Pancer ’ Empat papat berarti empat hal atau manusia hidup harus memperhatikan empat hal yang ada di sekelilingnya maksudnya empat hal yang ada di penjuru angin termasuk utara, selatan, barat dan timur. Kelima pancer maksudnya adalah kelima pusat, dari atas kebawah atau sebaliknya. Kelima Pancer merupakan pencerminan hubungan antara manusia dengan Tuhan sebagai penciptanya. Empat papat kelima Pancer berarti pola hubungan manusia dengan sesame secara horizontal dan pola hubungan manusia dengan Tuhan secara vertikal.
C.    Kepercayaan Masyarakat Betawi
a.       Agama Masyarakat Betawi Pada Jaman Dulu
Pada masa dulu di abad ke-2 tanah Betawi merupakan daerah kekuasaan kerajaan Salakanegara. Agama yang dianut oleh kerajaan Salakanegara adalah agama peningggalan nenek moyang, jadi secara otomatis masyarakat Betawi juga mempercayai hal itu. kepercayaan ini mengajarkan tentang kekuasaan yang amat besar yang mengatasi segala kekuasaan yang ada di dunia. Kepercayaan itu dilambangkan pada tumpal.Kepercayaan ini juga mengajarkan agar manusia juga menahan Wasa, didalam bahasa Kawi dinamakan Upawasa. Upawasa atau puasa berlangsung selama 41 hari dan hari ke-41 dinamakan sebagai lebaran atau hari penutup.
b.      Agama Masyarakat Betawi Pada Jaman Sekarang
Manusia sadar akan adanya suatu alam dunia di luar batas panca indera dan juga diluar batas akalnya. Begitu juga manusia sadar akan adanya kekuasaan yang mengatur dan menguasai alam semesta ini. Pada umumnya manusia mempunyai suatu kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha esa termasuk halnya dengan masyarakat Betawi yang konon sangat dekat dengan spiritual Islami. Pemeluk agama Islam di DKI berdar kantor Urusan Agama DKI tahun1978 3,70 %, Hindu/Budha 3,06 % dan kepercayaan lainnya 0,29%.Agama Islam merupakan agama yang paling banyak pemeluknya di Jak arta. Hal ini mudah dipahami mengingat sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam. Hampir seluruh penduduk asli Betawi beragama Islam seperti halnya di daerah Marunda dan Pondok Ranggon dimana hampir seluruh penduduknya beragama Islam dan taat beribadah. 

1. Sistem Ekonomi Suku Betawi

Mata pencaharian orang Betawi bisa dibedakan. Antara lain sebagai berikut :
a. Mereka yang berada di tengah kota menunjukkan mata pencaharian yang bervariasi, misalnya sebagai pedagang, pegawai pemerintah, pegawai swasta, buruh, tukang seperti membuat meubel.
b. Mereka yang berada di daerah pinggiran hidup sebagai petani sawah, buah-buahan, pedagang kecil, memelihara ikan, dan sekarang di antara mereka banyak yang menjadi buruh pabrik, guru, dan lain-lain.

2. Sistem BudayaSuku Betawi

            a)   Musik
      Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang Kromong yang berasal dari seni usic Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi usic Arab, Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong. Betawi juga memiliki lagu tradisional seperti “Kicir-kicir”.
Gambar 2. Gambang kromong
        b)   Seni Tari
            Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara nsure-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Contohnya tari Topeng Betawi, Yapong yang dipengaruhi tari Jaipong Sunda, Cokek dan lain-lain. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tiongkok, seperti tari Yapong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.
Gambar 3. Tari cokek
      c)    Drama
  Drama tradisional Betawi antara lain Lenong dan Tonil. Pementasan lakon tradisional ini biasanya menggambarkan kehidupan sehari-hari rakyat Betawi, dengan diselingi lagu, pantun, lawak, dan lelucon jenaka. Kadang-kadang pemeran lenong dapat berinteraksi langsung dengan penonton.
Gambar 4. Lenong
    d)    Cerita Rakyat
    Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung, juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan Tulen atau si jampang yang mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal “keras”. Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman olonial.
Creita lainnya ialah Mirah dari Marunda, Murtado Macan Kemayoran, Juragan Boing dan yang lainnya.
Gambar 5. Cerita rakyat si pitung
     e)      Senjata Tradisional
     Senjata khas Jakarta adalah bendo atau golok yang bersarungkan terbuat dari kayu.
Gambar 6. Golok
f)       Makanan
            Jakarta memiliki beragam masakan khas sebagai kekayaan kuliner Indonesia. Sebagai kota metropolitan Jakarta banyak menyediakan makanan khas. Salah satu ciri dari makanan khas Jakarta adalah memiliki rasa yang gurih. Makanan-makanan khas dari Betawi / Jakarta di antaranya adalah : kerak telor, kembang goyang, roti buaya, kue rangi
                                   
 Gambar 7. Roti buaya                                                                  

     3. Sistem Pendidikan Suku Betawi

Pada umumnya banyak yang beranggapan bahwa Orang Betawi itu malas bekerja, berebut warisan, sering berkelahi, dan lain-lain. Sehingga mereka dibilang “Ngontrak di Tanah Sendiri”.
Sebenarnya banyak orang- orang Betawi yang sudah sangat maju dalam hal pendidikan dan cara berpikir karena tersentuh modernisasi oleh karena itu  mereka mempunyai visi yang jelas, tujuan hidup yang pasti dan berpendidikan.
Sayangnya, citra orang Betawi yang terus-menerus ditampilkan di layar televisi adalah orang Betawi yang malas bekerja, berebut warisan, berkelahi dengan keluarga, kalaupun sekolah sifatnya mengaji gaya kampung. Karena pada umumnya mereka masih mempunyai sikap yang sama dengan pendahulunya, seperti tidak kemaruk pangkat, tidak mempunyai ambisi yang terlalu tinggi, hidup bagaikan mengikuti aliran air atau ke mana angin berembus.

4. Sistem Bahasa Suku Betawi

Bahasa Betawi merupakan bahasa sehari-hari suku asli ibu kota negara Indonesia yaitu Jakarta. Bahasa ini mempunyai banyak kesamaan dengan Bahasa resmi Indonesia yaitu Bahasa Indonesia. Bahasa Betawi merupakan salah satu anak Bahasa Melayu, banyak istilah Melayu Sumatra ataupun Melayu Malaysia yang digunakan dalam Bahasa Betawi, seperti kata “niari” untuk hari ini. Persamaan dengan bahasa-bahasa lain di Pulau Jawa, walaupun ada bermacam-macam Bahasa, seperti Bahasa Betawi, Bahasa Sunda, Bahasa Jawa, Bahasa Madura, dan lain sebagainya tetapi hanya Bahasa Betawi yang bersumber kepada Bahasa Melayu sepertihalnya Bahasa Indonesia. Bagi Orang Malaysia mendengar Bahasa ini mungkin agak sedikit tidak faham, kerana bahasa ini sudah bercampur dengan bahasa-bahasa asing, seperti Belanda, Bahasa Portugis, Bahasa Arab, Bahasa Cina, dan banyak Bahasa-bahasa lainnya. Tetapi Bahasa ini adalah Bahasa yang termudah dimengerti oleh Orang Malaysia dibandingkan Bahasa Pulau Jawa yang lain selain Bahasa Indonesia.
Ciri khas Bahasa Betawi adalah mengubah akhiran “A” menjadi “E”. sebagai contoh,Siape, Dimane, Ade Ape, Kenape. Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan Betawi secara umum yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lai n di Indonesia maupun kebudayaan yang berasal dari negara – negara asing. Ada juga yang berpendapat bahwa suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia juga dikelompokkan sebagai suku Betawi awal (proto Betawi). Menurut sejarah, Kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura atau Sunda Kalapa, pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sudah menggunakan bahasa Melayu, yang umum digunakan di Sumatera, yang kemudian dijadikan sebagai bahasa nasional.
5. Sistem Religi Suku Betawi
Sebagian besar Orang Betawi menganut agama Islam, tetapi yang menganut agama Kristen Protestan dan Katolik juga ada namun hanya sedikit sekali. Menurut H. Mahbub Djunaidi kebudayaan betawi sebagai suatu subkultur hampir tidak bisa dipisahkan dengan agama Islam. Agama Islam sangat mengakar dalam kebudayaan Betawi terlihat dalam berbagai kegiatan masyarakat betawi dalam menjalani kehidupan.
Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16, Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Kejadian ini juga berdampak terjadinya proses pertukaran agama melalui perkawinan campuran antara orang Portugis dengan penduduk lokal. Komunitas Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung TuguJakarta Utara.
Umumnya masyarakat Betawi ini memang beragama Islam, ini dapat terlihat dari kegiatan keagamaan sehari-hari, misalnya pada seni tari, seni musik, dan seni suara. Tapi pada suku Betawi juga terdapat upacara adat yang berkaitan dengan religius. Upacara-
upacara tersebut antara lain:
a.       Kekeba/upacara nujuh bulan
Kekeba adalah upacara nujuh bulan yang diadakan pada saat hamil tujuh bulan, dan biasanya dipimpin oleh seorang dukun atau paraji.
b.      Potong Rambut
Potong rambut adalah upacara pemotongan rambut bayi yang pertama kali setelah bayi berumur 36 hari dan upacara ini sering disebut upacara selapanan.
c.       Upacara Kerik tangan
Upacara kerik tangan adalah upacara serah terima perawatan bayi kepada pihak keluarga yang melahirkan. Selama berlangsungnya upacara ini harus diiringi dengan pembacaan shalawat Nabi sebanyak 7 kali.
d.      Upacara Khitanan
Upacara khitanan adalah upacara peralihan dari masa kanak-kanak memasuki masa remaja dengan maksud agar kesehatan alat kelamin mudah dibersihkan. Upacara ini biasanya juga disebut dengan upacara sunatan/sunat. 
 



 
See More :
http://dualapanjuli.blogspot.co.id/2015/02/asal-usul-betawi.html
http://dunia-kesenian.blogspot.co.id/2015/04/sejarah-asal-usul-suku-betawi-dan.ht
ttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16953/3/Chapter%20II.pdf
https://shinaromandiyah1.wordpress.com/islami-2/umum/suku-betawi/
http://evieplesantika.blogspot.co.id/2013/10/makalah-suku-betawi.html
http://riantiii.blogspot.co.id/2012/10/makalah-suku-betawi.html
https://adelkudel30.wordpress.com/education/ilmu-pengetahuan-sosial/7-unsur-kebudayaan/7-unsur-budaya-suku-betawi/
 


[1] Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16953/3/Chapter%20II.pdf , pada tanggal 05 Mei 2016 pukul 19:00 WIB

[2] Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16953/3/Chapter%20II.pdf , pada tanggal 05 Mei 2016 pukul 19:00 WIB


Indahnya Betawi



Kebudayaan Betawi
 

Kehidupan Masyarakat Betawi

Persebaran Suku Betawi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar